Oleh: Ns. Rusman S.Kep
Wisuda adalah kata yang cukup sakral bagi mahasiswa khususnya mahasiswa tingkat akhir. Bagaimana tidak perjuangan selama 3 atau 4 tahun sudah berada pada titik akhir, waktu, pikiran dan materi telah tercurah selama waktu itu, cucuran keringat orang tua yang selama ini menetes mencari rezeki demi biaya kuliah akan segera berakhir, wajah resah ibunda ketika pembayaran spp belum tercukupi sementara ujian akan segera berlangsung kini akan tergantikan dengan senyum bahagia. Yah anakku kini akan menjadi sarjana. Sebuah pengharapan yang meski tidak terucap tapi tentunya ada dalam hati setiap orang tua wisudawan bahwa setelah ini anaknya akan mendapatkan pekerjaan yang layak yang menjadi kebanggaannya. Dan andai kita menyadari akan hal itu, tentunya ini akan menjadi beban andai kita tak mampu memenuhinya.
Beberapa hari setelah wisuda, beban karena gelar yang telah menempel pada nama akan terasa bila kita tidak segera mendapat pekerjaan, dan rasa malu pada orang tua dan orang sekitar akan membalut perasaan kita,gelar sarjana itu kini menjadi pertaruhan akan kualitas diri dan menjadi lambang dari cucuran keringat orang tua kita. Semakin hari akan semakin membebani bila kita tak mendapatkan kerja, hingga akhirnya kita akan putuskan untuk bekerja dengan status dan gaji yang hanya cukup untuk transport ataupun bekerja dengan gaji yang lumayan tapi tidak sesuai dengan spesifikasi kesarjanaan kita
Banyak lulusan sarjana saat ini menganggur sebenarnya bukan karena kekurangan lapangan kerja tapi para sarjana ini yang kurang giat dalam mencari pekerjaan dan hanya mengharapkan bisa menjadi pegawai atau hanya megharapkan untuk bisa bekerja di daerahnya sendiri padahal bila ditelusuri masih banyak kesempatan kerja yang tersedia dan disediakan,
Sebagai contoh di Timur Tengah dan negara Korea Selatan serta jepang yang saat ini membutuhkan ribuan tenaga pekerja dalam bidang kesehatan terkhusus perawat dan bidan dan bukan Cuma itu saja, Negara tetangga seperti Malaysia dan brunei Darussalam juga selalu membuka lowongan pekerjaan untuk bidang kesehatan. Jadi bila lulusan sarjana ini gigih dan mau berjuang, bukan tidak mungkin akan memperoleh kerja di belahan dunia lain tersebut. alasan lain minimnya minat bekerja di luar negeri karena kurangnya kepercayaan diri untuk hidup merantau. Lowongan kerja di luar negeri harus mengutamakan bahasa di negara itu. Lalu, masyarakat pun masih kurang percaya sehingga peminatnya tidak begitu banyak.
Sementara itu salah seorang lulusan sarjana STIKES Bina Generasi Polewali Mandar yang merupakan salah seorang alumni yang pernah mengenyam bekerja di luar negeri menilai bahwa banyaknya alumni yang mengejar kerja menjadi Pegawai karena berpandangan bahwa pegawai itu merupakan pekerjaan yang menjamin kehidupan. Sebab dengan kerja yang terlihat santai namun mendapat gaji tetap. Selain itu pandangan sukses kuliah bagi orang tua dan masyarakat khususnya di daerah terpencil itu adalah ketika anaknya menjadi pegawai. Jadi pandangan-pandangan seperti inilah yang membuat para sarjana-sarjana ini enggan mencari kerja ke luar negeri dan lebih memilih menjadi tenaga honorer dengan harapan beberapa tahun kedepan akan diangkat menjadi pegawai negeri
Nah kalau pandangan – pandangan seperti ini tidak diputus maka pengangguran pengangguran dari kalangan intelektual bidang kesehatan (Perawat/Bidan) akan semakin bertambah mengingat puskesmas/RS sendiri sudah membatasi tenaga tenaga honorernya karena sudah terlalu banyak sementara sekolah – sekolah kesehatan mencetak sarjana – sarjana kesehatan secara terus menerus.
Hal ini tentunya menjadi PR bagi pemerintah khususnya BNP2TKI yang harus lebih giat lagi mensosialisasikan informasi – informasi lowongan pekerjaan dan juga bagi institusi pendidikan yang harus bisa merubah mindset mahasiswa bahwa kuliah bukan hanya untuk menjadi pegawai namun mengandung makna yang lebih luas yaitu untuk mampu mengenali dan menerapkan cara hidup yang lebih baik dan mampu melihat serta mengembangkan peluang – peluang kerja yang ada di sekitarnya. harapan beberapa tahun kedepan akan diangkat menjadi pegawai negeri
Nah kalau pandangan-pandangan seperti ini tidak diputus maka pengangguran pengangguran dari kalangan intelektual bidang kesehatan (Perawat/Bidan) akan semakin bertambah mengingat puskesmas/RS sendiri sudah membatasi tenaga tenaga honorernya karena sudah terlalu banyak sementara sekolah-sekolah kesehatan mencetak sarjana-sarjana kesehatan secara terus menerus.
Hal ini tentunya menjadi PR bagi pemerintah khususnya BNP2TKI yang harus lebih giat lagi mensosialisasikan informasi-informasi lowongan pekerjaan dan juga bagi institusi pendidikan yang harus bisa merubah mindset mahasiswa bahwa kuliah bukan hanya untuk menjadi pegawai namun mengandung makna yang lebih luas yaitu untuk mampu mengenali dan menerapkan cara hidup yang lebih baik dan mampu melihat serta mengembangkan peluang-peluang kerja yang ada di sekitarnya.
STIKES Bina Generasi sebagai salahsatu penyumbang terbesar tenaga keperawatan dan kebidanan di Sulawesi Barat sangat sadar akan hal itu, oleh karena itu pada bulan Mei lalu telah bekerja sama dengan BNP2TKI untuk mensosialisasikan peluang kerja di jepang dan korea dan hal itu di respon baik oleh mahasiswa dan alumni dengan banyaknya peserta yang hadir dalam kegiatan itu. Selain itu STIKES Bina Generasi juga telah memberi bukti nyata dengan memasukkan mata kuliah kewirausahaan kedalam kurikulum pembelajaran dan membina beberapa usaha yang dikelolah oleh mahasiswa bekerja sama dengan Kopertis Wilayah IX. (Obidient)